TERAPI DI KEDOKTERAN NUKLIR
Kedokteran Nuklir adalah spesialis kedokteran yang
menggunakan sumber radiasi terbuka untuk menilai fungsi dan metabolisme organ ,
mendiagnosa, dan mengobati penyakit. Di Indonesia, terapi kedokteran nuklir
telah rutin digunakan pada beberapa penyakit, antara lain:
1. Terapi penyakit tiroid
Terapi penyakit tiroid jinak maupun ganas dengan I-131 merupakan modalitas yang telah digunakan secara luas sejak tahun 1940-an. Energi radiasi dari sinar beta yang dimiliki oleh I-131 akan mengablasi jaringan tiroid fungsional sehingga diharapkan produksi hormon tiroid dan ukuran dari kelenjar tiroid akan berkurang. Yang dimaksud dengan penyakit tiroid jinak adalah hipertiroidi dan struma multinodosa atau struma difusa non-toksik. Di Amerika Serikat terapi I-131 merupakan terapi pilihan pertama untuk pasien dengan hipertiroidi; namun di Eropa dan Jepang terapi I-131 baru dilakukan apabila terjadi kegagalan dengan obat anti-tiroid (OAT).
Terapi penyakit tiroid jinak maupun ganas dengan I-131 merupakan modalitas yang telah digunakan secara luas sejak tahun 1940-an. Energi radiasi dari sinar beta yang dimiliki oleh I-131 akan mengablasi jaringan tiroid fungsional sehingga diharapkan produksi hormon tiroid dan ukuran dari kelenjar tiroid akan berkurang. Yang dimaksud dengan penyakit tiroid jinak adalah hipertiroidi dan struma multinodosa atau struma difusa non-toksik. Di Amerika Serikat terapi I-131 merupakan terapi pilihan pertama untuk pasien dengan hipertiroidi; namun di Eropa dan Jepang terapi I-131 baru dilakukan apabila terjadi kegagalan dengan obat anti-tiroid (OAT).
2. Penyakit keganasan tiroid yang dapat
diberikan terapi NaI-131 adalah karsinoma tiroid berdiferensiasi baik (KTB).
KTB merupakan keganasan yang berasal dari jaringan epitel folikel tiroid dan
masih dapat mensintesis tiroglobulin dan mengakumulasi iodium. KTB dibagi
menjadi 3 jenis berdasarkan histopatologis yaitu folikuler, papilifer, dan
campuran. Terapi utama dari KTB adalah tiroidektomi total, dilanjutkan dengan
terapi adjuvan yaitu ablasi menggunakan NaI-131 dan terapi supresi hormon
tiroid. Kombinasi tiroidektomi total, ablasi dengan NaI-131, dan supresi dengan
hormon tiroid terbukti dapat menurunkan angka kekambuhan dan meningkatkan angka
harapan hidup dari penderitan dengan KTB. Terapi NaI-131 pada KTB diberikan
berdasarkan pada stratifikasi risiko.
3. Terapi paliatif untuk nyeri tulang
akibat metastasis
Nyeri tulang yang sangat menyiksa
akibat metastasis di tulang sering dialami oleh penderita keganasan. Mekanisme
terjadinya rasa nyeri belum diketahui secara pasti namun beberapa ahli
mengatakan dapat disebabkan oleh infiltrasi tumor dan ekspansi membran tepi
tulang yang kaya akan reseptor nyeri, ketidakstabilan mekanik tulang yang
terserang, dan adanya produksi mediator senyawa yang dihasilkan oleh sel tumor maupun
oleh sel lain pada tulang. Saat ini terdapat beberapa obat radioaktif yang
dapat menghilangkan rasa nyeri, diantaranya adalah Samarium-153. Selain sebagai
pemancar beta murni Samarium-153 juga memancarkan sinar gamma sehingga dapat
dilakukan pencitraan setelah terapi. Walaupun pengobatan tersebut tidak
menyembuhkan penyakit primernya (bersifat paliatif), namun banyak digunakan
karena sangat menolong dalam meningkatkan kualitas hidup pasien. Pengobatan
tidak dapat diberikan kepada pasien wanita yang sedang hamil atau laktasi,
pasien dengan fraktur patologis yang pemeriksan darah tepi abnormal.
4. Terapi penyakit lainnya
Terapi kedokteran nuklir pada
penyakit lainnya masih belum rutin dilakukan di Indonesia, namun sudah rutin
dilakukan di negara maju. Penyakit lain yang dapat digunakan dengan teknik
kedokteran nuklir antara lain adalah penyakit neuroblastoma dengan menggunakan
I-131 MIBG. Neuroblastoma merupakan salah satu penyakit neuroendokrin tumor
yang sering ditemukan pada anak-anak. Terapi I-232 MIBG berdasarkan pada
kemampuan sel tumor neuroblastoma dalam menangkap MIBG dan akan mengalami
kematian akibat radiasi dari energi beta yang dipancarkan oleh I-131. Penyakit
lain yang dapat diterapi dengan teknik kedokteran nuklir adalah keloid dengan menggunakan
Phosphorus-32 (P-32) yang diberikan secara topikal. Mekanisme dari pemberian
terapi keloid dengan P-32 masih belum diketahui secara pasti, namun dapat
dimungkinkan karena P-32 merupakan pemancar beta murni dengan jarak penetrasi
pada jaringan lunak yang minimal. Selain keloid, penyakit polisitemia vera juga
dapat diberikan terapi dengan P-32 yang disuntikkan secara intravena.
Polisitemia vera adalah suatu kelainan dalam pembentukan sel plasma yang
berlebihan di sumsum tulang. Dan masih banyak penyakit lainnya yang dapat
diobati dengan menggunakan teknik kedokteran nuklir, seperti sinovitis dengan
menggunakan teknik radiosinovektomi, keganasan limfoma dengan menggunakan I-131
dan Y-90 yang dilabel dengan antibodi monoklonal, dan lain sebagainya. Diharapkan
seiring dengan majunya ilmu kedokteran nuklir, makin banyak penyakit yang dapat
diobati dengan teknik ini.
Selama ini terapi dengan teknik kedokteran nuklir diketahui aman dan efektif. Belum ada laporan ilmiah mengenai efek samping atau komplikasi yang bermakna pada penderita yang diberikan terapi kedokteran nuklir. Kontraindikasi absolut untuk terapi kedokteran nuklir adalah pada penderita hamil dan menyusui, sedangkan kontraindikasi relatif tergantung pada kondisi penderita sebelum diberikan terapi.
Selama ini terapi dengan teknik kedokteran nuklir diketahui aman dan efektif. Belum ada laporan ilmiah mengenai efek samping atau komplikasi yang bermakna pada penderita yang diberikan terapi kedokteran nuklir. Kontraindikasi absolut untuk terapi kedokteran nuklir adalah pada penderita hamil dan menyusui, sedangkan kontraindikasi relatif tergantung pada kondisi penderita sebelum diberikan terapi.